Kbrn atambua: Dalam kurun waktu beberapa bulan
terakhir, tindak kekerasan terhadap
perempuan dana anak, diantaranya kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur
diwilayah belu marak terjadi. terkait berbagai kasus tersebut, badan pemberdayaan perempuan, pihak lembaga swadaya masyarakat (LSM) perlu
diberikan wewenang, sebab melalui undang-undang perlindungan anak, menjadi
payung hukum untuk menjerat para pelaku tindak kekerasan.
Demikian menurut kepala rumah aman atambua, Florentina Abuk di kediamannya saat diwawancara dalam menyikapi maraknya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak wilayah belu yang perlu menjadi perhatian lintas lembaga terkait.
Dikatakan, dalam memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap instansi sesuai kewenangannya melalui badan pemberdayaan
perempuan, maupun lembaga swadaya masyarakat oleh pemerintah daerah yaitu dalam
artian membantu alokasi pendanaan, serta berbagai fasilitas.
Sesuai hasil data pihak rumah aman atambua, dalam
kewenangannya bersama pihak FPPA belu dan lembaga terkait menangani tindak
kekerasan terhadap perempuan dan anak wilayah belu, hingga akhir juli yang
terdata terdapat 7 kasus tindak kekerasan perkosaan terhadap anak dibawah
umur, diantaranya pada wilayah ainiba, manleten, badarai, wilayah haekesak
maupun lainnya.
Selain kasus perkosaan terhadap anak dibawah umur yang telah dalam penanganan, termasuk juga terdapat data kekerasan seperti ingkar janji, setelah mengalami kehamilan korban ditinggalkan, dari adanya kasus tersebut menimpa korban perempuan dan anak.
Selain kasus perkosaan terhadap anak dibawah umur yang telah dalam penanganan, termasuk juga terdapat data kekerasan seperti ingkar janji, setelah mengalami kehamilan korban ditinggalkan, dari adanya kasus tersebut menimpa korban perempuan dan anak.